KHUTBAH JUM’AT
Posted by Saifuddin, M.A
: Jum’at, 24 Agustus 2012
Pentingnya Mensyukuri dan
Memelihara Hidayah
Oleh : Saifuddin, M.A
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْذِيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ
شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ اللَّهِ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَاِلَهَ
اِلاَّاللهُ وَهْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ. يَآأَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوااتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. أَمَّابَعْدُ فَيَاعِبَادَاللهِ أُصِيْكُمْ
وَنَفْسِى بِتَقْوَاللهِ وَطَاعَطِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى
فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ :وَاللهُ يَهْدِى مَنْ يَشَاءُ اِلَى صِرَطٍ
مُّسْتَقِيْمٍ.
Terlebih dahulu marilah sama-sama kita bertafakkur
sejenak huduril qalbi maallah, setelah tetap ingtan kita, pandangan
kita, pendengran kita, marilah sama-sama kita panjatkan puji dan syukur kita
kepada Allah SWT, yang telah menggerakkan hati nurani kita ke jalan
bermakrifatullah, yang mana dengan makrifat itulah, Allah terus-menerus membimbing
kita, menunjuki kita ke jalan yang diridhai-Nya, yang mudah-mudahan sampai saat
ini kita masih dijadikannya sebagai hamba-hamba Allah yang beriman di permukaan
bumi ini.
Selawat berangkaikan salam marilah
sama-sama kita persembahkan keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga, para sahabat, tabi-tabiin, para ulama mutaqaddimin dan mutaakhirin
yang merupakan pewaris dakwah nabi kita Muhammad Rasulullah SAW.
Adapun
tema khutbah kita pada siang hari ini adalah tentang pentingnya mensyukuri
dan memelihara hidayah.
Hadirin jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah
Kita patut bersyukur kepada Allah
SWT atas anugerah yang tiada ternilai yaitu hidayah iman yang telah tertanam di
dalam hati kita, yang mana dengan hidayah itulah kita dapat terhindar dari
kesyirikan dan kesesatan. Sementara begitu banyak orang yang dihalangi untuk
memperolehnya.
Kita bisa tahu ajaran yang benar dari agama Islam ini,
kita tahu mana yang haq, mana yang batil, mana yang sunnah, mana yang bid’ah,
lalu kita dimudahkan untuk mengikuti yang haq. Sementara banyak orang yang
tidak mengerti mana yang benar dan mana yang sesat, atau ada yang tahu tapi
tidak dimudahkan untuk mengamalkan yang haq. Apa namanya semua yang kita miliki
ini kalau bukan anugerah terbesar, nikmat yang tiada ternilai, inilah yang
disebut sebagai hidayah dan taufik dari Allah SWT kepada jalan-Nya yang lurus
sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 213:
وَاللهُ
يَهْدِى مَنْ يَشَاءُ اِلَى صِرَطٍ مُّسْتَقِيْمٍ.
Artinya : Allah memberikan
hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.
Syaikh Muhammad Ibn Shalih al-Usaimin menerangkan dalam
tafsirnya bahwa hidayah di sini maknanya adalah petunjuk dan taufik. Allah
tidak meletakkan hidayah di dalam hati kecuali kepada orang yang pantas
mendapatkannya. Adapun orang yang tidak pantas mendapatkannya, maka Allah
mengharamkan ia mendapatkan hidayah tersebut. Allah yang Maha Mengetahui, yang
Maha Memiliki Hikmah, yang Mulia lagi Maha Tinggi, tidak memberikan hidayah-Nya
kepada setiap orang, namun hanya diberikan-Nya kepada orang yang diketahui-Nya
berhak mendapatkannya. Sementara orang yang Dia ketahui tidak pantas
mendapatkannya, maka diharamkannya dari hidayah tersebut.
Hadirin jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah
Ada 7 hal yang menyebabkan seseorang
terhalang memperoleh hidayah :
Pertama, Kurangnya ilmu dan
lemahnya pemahaman terhadap kebenaran. Kita telah mengetahui bahwa wajib
hukumnya bagi muslim laki-laki maupun perempuan untuk menuntut ilmu. Karena
ilmu adalah cahaya, sedangkan kebodohan adalah kegelapan. Hanya dengan ilmulah
kita dapat membedakan mana yang haq dan mana yang batil. Dan semua amal ibadah
yang dikerjakan tanpa didasari ilmu ditolak dan tidak diterima, dan Allah tidak
akan memberikan balasan apapun atas amal ibadah yang mereka lakukan.
Betapa banyak kita saksikan umat
Islam saat ini yang tertipu oleh kebodohannya. Mereka mengira bahwa dirinya
telah banyak berbuat amal ibadah dan kebaikan, namun ternyata dalam pandangan
Allah justru mereka itulah orang-orang yang merugi, sebaimana dijelaskan Allah
dalam surat al-Kahfi ayat 103 – 105 :
قُلْ
هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِاْلأَخْسَرِيْنَ أَعْمَلاً اَلَّذِيْنَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى
الْحَيَوةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ يَحْسِنُوْنَ صُنْعًا
Artinya : “Katakanlah,
apakah akan kami beritahukan tentang orang-orang yang paling merugi
perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan
dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
أُولَئِكَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا
بِاَيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالَهُمْ فَلاَ نُقِيْمُ لَهُمْ
Artinya: Mereka itu adalah
orang-orang yang kafir terhadap Tuhan mereka dan kafir terhadap perjumpaan-Nya
dengan Allah, maka hapuslah amal-amal mereka dan kami tidak mengadakan satu
penilaian terhadap amal-amal mereka pada hari kiamat.”
Allah
tidak memberikan balasan terhadap amal ibadah mereka disebabkan amal ibadah
yang mereka lakukan tidak didasari dengan iman dan mustahil seseorang itu dapat
beriman bila tanpa didasari oleh ilmu.
Hal kedua yang menyebabkan kita terhalang dari
memperoleh hidayah yaitu hati yang kotor akibat maksiat. Bisa jadi pengetahuan
kita tentang agama telah cukup sempurna, tetapi pengetahuan saja tidak cukup
untuk bisa mengikuti suatu kebenaran. Ada
syarat lain, yaitu hati harus bersih. Apabila hati belum dibersihkan maka
kebenaran yang datang akan sulit diterima, apalagi untuk diikuti. Oleh karena
itu hati harus selalu dibersihkan dengan memperbanyak zikir kepada Allah dan
meninggalkan perbuatan maksiat, sehingga hati akan menjadi hidup, bersih putih
serta suci kembali dan siap menerima hidayah.
Ketiga, Sombong dan dengki. Sombong dan dengki.
Sombong dan dengki merupakan penghalang bagi manusia untuk mengikuti kebenaran.
Inilah yang menjadi penghalang bagi Iblis untuk tunduk kepada perintah Allah
ketika Allah memerintahkan Iblis untuk sujud kepada Adam. Iblis menolaknya
dengan sombong. Iblis sombong karena menganggap dan merasa bahwa dirinya lebih
mulia, karena ia diciptakan dari api, sedangkan Adam dari tanah. Iblis merasa
tidak pantas menghormati Adam. Ini adalah bentuk kesombongan sehingga ia tidak
bisa mengikuti kebenaran. Rasulullah bersabda : “Tidak akan masuk surga
barangsiapa yang dihatinya ada kesombongan walaupun sebesar biji jarrah, karena
kesombongan itu menolak kebenaran dan merendahkan manusia”.
Keempat, Lebih mencintai kehormatan daripada kebenaran. Terkadang
seseorang itu mengetahui bahwa yang dia lakukan itu salah, tetapi dia tidak mau
memperbaikinya. Di dalam Sahih Bukhari Hadis nomor 7 disebutkan bahwa Raja
Romawi yang beragama Nasrani bernama Heraklius, meyakini akan kebenaran risalah
Nabi Muhammad SAW. Dia mengetahui dari kitab Injil tentang akan diutusnya Nabi
Muhammad. Dia mengumpulkan para pembesar dan para pendeta dalam suatu ruangan,
lalu dia menanyakan pendapat para hadirin akan keinginannya untuk mengikuti
ajaran Nabi Muhammad SAW, maka gemparlah para hadirin sehingga mereka hendak
keluar dari ruangan. Maka raja itu paham bahwa hal yang dia sampaikan tadi
membuat mereka berupaya menggulingkan kekuasaan. Mereka tidak setuju jika dia
mengikuti Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Akhirnya raja itu
mengumpulkan mereka kembali dan mengatakan bahwa ia hanya ingin menguji
keimanan mereka saja. Raja itu tak jadi masuk Islam karena lebih sayang kepada
kekuasaannya dan takut bila hal itu menyebabkan kedudukannya jatuh.
Kelima, Kecintaan kepada keluarga dan kaum kerabat
melebihi cintanya kepada kebenaran. Terkadang jika kita akan mengikuti
kebenaran, kita harus berbenturan dengan keluarga atau kerabat. Ada dua pilihan bagi kita,
mengikuti kemauan keluarga dan kerabat, serta harus meninggalkan kebenaran yang
kita yakini atau berpegang kepada kebenaran yang kita yakini dengan resiko
harus berbenturan dengan keluarga. Maka seorang yang memiliki iman yang kuat
tentunya akan tetap berpegang teguh kepada kebenaran meskipun dengan resiko
harus berpisah dengan keluarganya.
Keenam, Lebih mencintai negeri dan tanah airnya
daripada mencintai kebenaran. Terkadang seseorang yang mengikuti kebenaran
mempunyai resiko untuk berpisah atau terusir dari tanah airnya. Orang yang
tidak terbiasa hidup merantau, hidup di negeri asing akan merasa berat sekali
untuk berpisah dengan kampong halamannya yang sangat dicintainya.
Ketujuh, Adanya permusuhan antara seseorang dengan
orang lain, kemudian musuhnya itu mengikuti kebenaran. Disebabkan adanya
permusuhan pribadi antara seseorang dengan musuhnya pada akhirnya orang
tersebut tidak mau mengikuti kebenaran seperti musuhnya. Hal ini disebabkan
tabiat orang yang bermusuhan itu masing-masing ingin tampil berbeda dengan
musuhnya.misalnya jika musuhnya pergi ke majelis ta’lim, maka ia tidak mau
pergi ke majelis ta’lim tersebut dan bertemu dengan musuhnya itu. Ia enggan
pergi ke sana
bukan karena benci dengan majelis ta’lim, tetapi karena musuhnya ikut majelis
ta’lim tersebut.
Inilah 7 hal yang menjadi penyebab seseorang tidak
mendapat taufik dan hidayah dari Allah. Maka barangsiapa yang kebenaran telah
jelas baginya, namun tidak menerimanya, maka ia akan dihukum dengan terhalang
dari hidayah. Ia akan dihukum dengan penyimpangan dan kesesatan dan setelah itu
ia tidak akan mendapatkan kebenaran lagi.
Maka di sini ada anjuran kepada orang yang telah sampai
kepadanya kebenaran untuk bersegera menerimanya. Jangan sampai ia
menunda-nundanya atau berpikir-pikir dulu, karena kalau ia menundanya, maka
memang pantas ia dihalangi dan diharamkan untuk menerima hidayah tersebut
sebagaimana firman Allah dalam surat
as-Saf ayat 5 :
فَلَمَّا زَغُوا أَزَاغَ
اللهُ قُلُوْبَهُمْ
Artinya : Maka tatkala
mereka berpaling dari kebenaran, Allah memalingkan hati-hati mereka.
Hadirin jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah
Perlu
kita ketahui bahwa hidayah itu ada dua macam :
Pertama, hidayah yang bisa
diberikan oleh makhluk, baik dari kalangan para nabi, rasul, dan para ulama.
Hidayah jenis ini dinamakan dengan irsyad, atau bimbingan atau dakwah
sebagaimana firman Allah dalam surat asy Syura ayat 52 :
وَاِنَّكَ
لَتَهْدِى اِلَى صِرَطٍ مُسْتَقِيْمٍ
Artinya : Sesungguhnya
engkau (ya Muhammad) benar-benar memberi hidayah/petunjuk kepada jalan yang
lurus.
Kedua, hidayah
yang hanya bisa diberikan oleh Allah. Hidayah jenis ini dinamakan dengan
taufik. Hidayah inilah yang ditiadakan pada diri Rasulullah, terlebih lagi
selain beliau, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Qashash ayat 56 :
إِنَّكَ لاَتَهْدِى مَنْ
أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللهَ يَهْدِى مَنْ يَشَآءُ
Artinya : Sesungguhnya
engkau (ya Muhammad) tidak dapat memberi hidayah/petunjuk kepada orang yang
engkau cintai, akan tetapi Allah lah yang memberi hidayah kepada siapa yang dia
kehendaki.
Yang namanya manusia, baik itu para ulama dan para da’i,
hanya dapat memberikan penerangan dan bimbingan dan mengajari mereka kepada
ajaran agama yang benar. Adapun yang memasukkan orang lain ke dalam hidayah dan
memasukkan iman ke dalam hati, maka tidak ada seorang pun yang kuasa
melakukannya karena ini merupakan haknya Allah SWT.
Oleh karena itu berbahagialah kita dengan hidayah yang
telah Allah berikan kepada kita dan jangan biarkan hidayah itu berlalu dari
kita. Agar hidayah yang kita miliki tetap kokoh dan lestari, maka kita
dianjurkan untuk menyertakan diri kepada orang-orang yang benar, sebagaimana
firman Allah dalam surat
at-Taubah ayat 119 :
يَأَيُّهَاالَّذِيْنَ
اَمَنُواالتَّقُوْااللهَ وَكُنُوْا مَعَ الصَّدِقِيْنَ
Artinya : Hai orang-orang
yang beriman, sertakanlah dirimu bersama dengan orang-orang yang benar.
Berkenaan dengan ayat ini, Imam Ghazali mengatakan:
menyertakan diri kepada ahli sufi (guru) adalah fardhu ain hukumnya, karena
setiap orang membutuhkan bimbingan untuk mengokohkannya di atas hidayah, agar
hidayah itu bertambah dan terus menerus dimilikinya.
Demikianlah khutbah yang singkat ini, semoga Allah
membantu dan menolong kita dalam memahami betapa mahalnya nilai hidayah dan
mensyukuri hidayah yang telah Allah anugerahkan kepada kita. Karena tanpa
hidayah mustahil bisa selamat di dunia dan di akhirat dan semoga Allah berkenan
menghimpun kita di surga bersama para rasul, shiddiqin dan shalihin sebagaimana
Allah himpunkan kita di tempat yang mulia ini.
بَارَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ
وَنَفَعَنِى وَاِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ اْلأَيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ
وَتَقَبَّلَ مِنِّى وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
اَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمَ لِى وَلَكُمْ
وَلِسَائِرِالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ
اِنَّهُ هُوَالْغَفُوْرُالرَّحِيْمُ.
Khutbah
Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى اَرْسَلَ
رَسُوْلَهُ بِلْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ.
أَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, وَاَشْهَدُ اَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, أَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ, فَيَا اَيُّهَاالنَّاسُ,
اِتَّقُوْااللهُ اِنَّ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَءَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّ
بِمَلاَئِكَتِهِ وَاَيَّهَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ عِبَادِهِ, فَقَالَ عَزَّ مِنْ
قَائِلٍ : اِنَّ اللهَ وَمَلاَئَكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِى, يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ
اَمَنُوْا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا وَاَنْبِيَائِكَ وَرَسُلِكَ
وَمَلاَئِكَتِكَ الْمُقَرَّبِيْنَ وَاَهْلِ طَاعَطِكَ اَجْمَعِيْنَ.
أَللَّهُمَّ اغْفِرْلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعَوَاتِ, اََللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا أُمَّةً مُحَمَّدًا, اَللَّهُمَّ ارْحَمْ
أُمَّةً مُحَمَّدًا, اَللَّهُمَّ اسْتُرْ أُمَّةً مُحَمَّدًا, اَللَّهُمَّ اجْبُرْ
أُمَّةً مُحَمَّدًا, نَادِيَا عَلَيَّ مُجَاهِدَالْعَجَائِبِ تَجِدْهُ عَوْنًالَكَ
فِى النَّوَائِبِ بِكُلِّ هَمٍّ وَغَمٍّ سَيَنْزَلُ بِنُبُوَّتِكَ
يَامُحَمَّدًاالرَّسُوْلَ اللهِ بِرَحْمَتِكَ يَأَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ,
رَبَّنَااَتِنَافِى الدُّنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَاعَذَابَ
النَّارِ.
عِبَادَاللهِ, اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ
وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ, يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ,
فَاذْكُرُوااللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَشْكُرُواهُ عَلَى نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ.