Kamis, 23 Agustus 2012

Pentingnya Mensyukuri dan Memelihara Hidayah

0 komentar

KHUTBAH JUM’AT
Posted by Saifuddin, M.A : Jum’at, 24 Agustus 2012
Pentingnya Mensyukuri dan Memelihara Hidayah
Oleh : Saifuddin, M.A

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْذِيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ اللَّهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَهْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَآأَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوااتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. أَمَّابَعْدُ فَيَاعِبَادَاللهِ أُصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَاللهِ وَطَاعَطِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ :وَاللهُ يَهْدِى مَنْ يَشَاءُ اِلَى صِرَطٍ مُّسْتَقِيْمٍ.
Terlebih dahulu marilah sama-sama kita bertafakkur sejenak huduril qalbi maallah, setelah tetap ingtan kita, pandangan kita, pendengran kita, marilah sama-sama kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Allah SWT, yang telah menggerakkan hati nurani kita ke jalan bermakrifatullah, yang mana dengan makrifat itulah, Allah terus-menerus membimbing kita, menunjuki kita ke jalan yang diridhai-Nya, yang mudah-mudahan sampai saat ini kita masih dijadikannya sebagai hamba-hamba Allah yang beriman di permukaan bumi ini.
            Selawat berangkaikan salam marilah sama-sama kita persembahkan keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, tabi-tabiin, para ulama mutaqaddimin dan mutaakhirin yang merupakan pewaris dakwah nabi kita Muhammad Rasulullah SAW.
            Adapun tema khutbah kita pada siang hari ini adalah tentang pentingnya mensyukuri dan memelihara hidayah.

Hadirin jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah
            Kita patut bersyukur kepada Allah SWT atas anugerah yang tiada ternilai yaitu hidayah iman yang telah tertanam di dalam hati kita, yang mana dengan hidayah itulah kita dapat terhindar dari kesyirikan dan kesesatan. Sementara begitu banyak orang yang dihalangi untuk memperolehnya.
Kita bisa tahu ajaran yang benar dari agama Islam ini, kita tahu mana yang haq, mana yang batil, mana yang sunnah, mana yang bid’ah, lalu kita dimudahkan untuk mengikuti yang haq. Sementara banyak orang yang tidak mengerti mana yang benar dan mana yang sesat, atau ada yang tahu tapi tidak dimudahkan untuk mengamalkan yang haq. Apa namanya semua yang kita miliki ini kalau bukan anugerah terbesar, nikmat yang tiada ternilai, inilah yang disebut sebagai hidayah dan taufik dari Allah SWT kepada jalan-Nya yang lurus sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 213:
وَاللهُ يَهْدِى مَنْ يَشَاءُ اِلَى صِرَطٍ مُّسْتَقِيْمٍ.
Artinya : Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.
            Syaikh Muhammad Ibn Shalih al-Usaimin menerangkan dalam tafsirnya bahwa hidayah di sini maknanya adalah petunjuk dan taufik. Allah tidak meletakkan hidayah di dalam hati kecuali kepada orang yang pantas mendapatkannya. Adapun orang yang tidak pantas mendapatkannya, maka Allah mengharamkan ia mendapatkan hidayah tersebut. Allah yang Maha Mengetahui, yang Maha Memiliki Hikmah, yang Mulia lagi Maha Tinggi, tidak memberikan hidayah-Nya kepada setiap orang, namun hanya diberikan-Nya kepada orang yang diketahui-Nya berhak mendapatkannya. Sementara orang yang Dia ketahui tidak pantas mendapatkannya, maka diharamkannya dari hidayah tersebut.

Hadirin jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah
            Ada 7 hal yang menyebabkan seseorang terhalang memperoleh hidayah :
            Pertama, Kurangnya ilmu dan lemahnya pemahaman terhadap kebenaran. Kita telah mengetahui bahwa wajib hukumnya bagi muslim laki-laki maupun perempuan untuk menuntut ilmu. Karena ilmu adalah cahaya, sedangkan kebodohan adalah kegelapan. Hanya dengan ilmulah kita dapat membedakan mana yang haq dan mana yang batil. Dan semua amal ibadah yang dikerjakan tanpa didasari ilmu ditolak dan tidak diterima, dan Allah tidak akan memberikan balasan apapun atas amal ibadah yang mereka lakukan.
            Betapa banyak kita saksikan umat Islam saat ini yang tertipu oleh kebodohannya. Mereka mengira bahwa dirinya telah banyak berbuat amal ibadah dan kebaikan, namun ternyata dalam pandangan Allah justru mereka itulah orang-orang yang merugi, sebaimana dijelaskan Allah dalam surat al-Kahfi ayat 103 – 105 :
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِاْلأَخْسَرِيْنَ أَعْمَلاً اَلَّذِيْنَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى الْحَيَوةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ يَحْسِنُوْنَ صُنْعًا
Artinya : “Katakanlah, apakah akan kami beritahukan tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
أُولَئِكَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِاَيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالَهُمْ فَلاَ نُقِيْمُ لَهُمْ
Artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang kafir terhadap Tuhan mereka dan kafir terhadap perjumpaan-Nya dengan Allah, maka hapuslah amal-amal mereka dan kami tidak mengadakan satu penilaian terhadap amal-amal mereka pada hari kiamat.”
            Allah tidak memberikan balasan terhadap amal ibadah mereka disebabkan amal ibadah yang mereka lakukan tidak didasari dengan iman dan mustahil seseorang itu dapat beriman bila tanpa didasari oleh ilmu.
            Hal kedua yang menyebabkan kita terhalang dari memperoleh hidayah yaitu hati yang kotor akibat maksiat. Bisa jadi pengetahuan kita tentang agama telah cukup sempurna, tetapi pengetahuan saja tidak cukup untuk bisa mengikuti suatu kebenaran. Ada syarat lain, yaitu hati harus bersih. Apabila hati belum dibersihkan maka kebenaran yang datang akan sulit diterima, apalagi untuk diikuti. Oleh karena itu hati harus selalu dibersihkan dengan memperbanyak zikir kepada Allah dan meninggalkan perbuatan maksiat, sehingga hati akan menjadi hidup, bersih putih serta suci kembali dan siap menerima hidayah.
            Ketiga, Sombong dan dengki. Sombong dan dengki. Sombong dan dengki merupakan penghalang bagi manusia untuk mengikuti kebenaran. Inilah yang menjadi penghalang bagi Iblis untuk tunduk kepada perintah Allah ketika Allah memerintahkan Iblis untuk sujud kepada Adam. Iblis menolaknya dengan sombong. Iblis sombong karena menganggap dan merasa bahwa dirinya lebih mulia, karena ia diciptakan dari api, sedangkan Adam dari tanah. Iblis merasa tidak pantas menghormati Adam. Ini adalah bentuk kesombongan sehingga ia tidak bisa mengikuti kebenaran. Rasulullah bersabda : “Tidak akan masuk surga barangsiapa yang dihatinya ada kesombongan walaupun sebesar biji jarrah, karena kesombongan itu menolak kebenaran dan merendahkan manusia”.
            Keempat, Lebih mencintai kehormatan daripada kebenaran. Terkadang seseorang itu mengetahui bahwa yang dia lakukan itu salah, tetapi dia tidak mau memperbaikinya. Di dalam Sahih Bukhari Hadis nomor 7 disebutkan bahwa Raja Romawi yang beragama Nasrani bernama Heraklius, meyakini akan kebenaran risalah Nabi Muhammad SAW. Dia mengetahui dari kitab Injil tentang akan diutusnya Nabi Muhammad. Dia mengumpulkan para pembesar dan para pendeta dalam suatu ruangan, lalu dia menanyakan pendapat para hadirin akan keinginannya untuk mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW, maka gemparlah para hadirin sehingga mereka hendak keluar dari ruangan. Maka raja itu paham bahwa hal yang dia sampaikan tadi membuat mereka berupaya menggulingkan kekuasaan. Mereka tidak setuju jika dia mengikuti Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Akhirnya raja itu mengumpulkan mereka kembali dan mengatakan bahwa ia hanya ingin menguji keimanan mereka saja. Raja itu tak jadi masuk Islam karena lebih sayang kepada kekuasaannya dan takut bila hal itu menyebabkan kedudukannya jatuh.
            Kelima, Kecintaan kepada keluarga dan kaum kerabat melebihi cintanya kepada kebenaran. Terkadang jika kita akan mengikuti kebenaran, kita harus berbenturan dengan keluarga atau kerabat. Ada dua pilihan bagi kita, mengikuti kemauan keluarga dan kerabat, serta harus meninggalkan kebenaran yang kita yakini atau berpegang kepada kebenaran yang kita yakini dengan resiko harus berbenturan dengan keluarga. Maka seorang yang memiliki iman yang kuat tentunya akan tetap berpegang teguh kepada kebenaran meskipun dengan resiko harus berpisah dengan keluarganya.
            Keenam, Lebih mencintai negeri dan tanah airnya daripada mencintai kebenaran. Terkadang seseorang yang mengikuti kebenaran mempunyai resiko untuk berpisah atau terusir dari tanah airnya. Orang yang tidak terbiasa hidup merantau, hidup di negeri asing akan merasa berat sekali untuk berpisah dengan kampong halamannya yang sangat dicintainya.
            Ketujuh, Adanya permusuhan antara seseorang dengan orang lain, kemudian musuhnya itu mengikuti kebenaran. Disebabkan adanya permusuhan pribadi antara seseorang dengan musuhnya pada akhirnya orang tersebut tidak mau mengikuti kebenaran seperti musuhnya. Hal ini disebabkan tabiat orang yang bermusuhan itu masing-masing ingin tampil berbeda dengan musuhnya.misalnya jika musuhnya pergi ke majelis ta’lim, maka ia tidak mau pergi ke majelis ta’lim tersebut dan bertemu dengan musuhnya itu. Ia enggan pergi ke sana bukan karena benci dengan majelis ta’lim, tetapi karena musuhnya ikut majelis ta’lim tersebut.
            Inilah 7 hal yang menjadi penyebab seseorang tidak mendapat taufik dan hidayah dari Allah. Maka barangsiapa yang kebenaran telah jelas baginya, namun tidak menerimanya, maka ia akan dihukum dengan terhalang dari hidayah. Ia akan dihukum dengan penyimpangan dan kesesatan dan setelah itu ia tidak akan mendapatkan kebenaran lagi.
            Maka di sini ada anjuran kepada orang yang telah sampai kepadanya kebenaran untuk bersegera menerimanya. Jangan sampai ia menunda-nundanya atau berpikir-pikir dulu, karena kalau ia menundanya, maka memang pantas ia dihalangi dan diharamkan untuk menerima hidayah tersebut sebagaimana firman Allah dalam surat as-Saf ayat 5 :
فَلَمَّا زَغُوا أَزَاغَ اللهُ قُلُوْبَهُمْ
Artinya : Maka tatkala mereka berpaling dari kebenaran, Allah memalingkan hati-hati mereka.

Hadirin jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah
            Perlu kita ketahui bahwa hidayah itu ada dua macam :
            Pertama, hidayah yang bisa diberikan oleh makhluk, baik dari kalangan para nabi, rasul, dan para ulama. Hidayah jenis ini dinamakan dengan irsyad, atau bimbingan atau dakwah sebagaimana firman Allah dalam surat asy Syura ayat 52 :
وَاِنَّكَ لَتَهْدِى اِلَى صِرَطٍ مُسْتَقِيْمٍ
Artinya : Sesungguhnya engkau (ya Muhammad) benar-benar memberi hidayah/petunjuk kepada jalan yang lurus.
            Kedua, hidayah yang hanya bisa diberikan oleh Allah. Hidayah jenis ini dinamakan dengan taufik. Hidayah inilah yang ditiadakan pada diri Rasulullah, terlebih lagi selain beliau, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Qashash ayat 56 :
إِنَّكَ لاَتَهْدِى مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللهَ يَهْدِى مَنْ يَشَآءُ
Artinya : Sesungguhnya engkau (ya Muhammad) tidak dapat memberi hidayah/petunjuk kepada orang yang engkau cintai, akan tetapi Allah lah yang memberi hidayah kepada siapa yang dia kehendaki.
            Yang namanya manusia, baik itu para ulama dan para da’i, hanya dapat memberikan penerangan dan bimbingan dan mengajari mereka kepada ajaran agama yang benar. Adapun yang memasukkan orang lain ke dalam hidayah dan memasukkan iman ke dalam hati, maka tidak ada seorang pun yang kuasa melakukannya karena ini merupakan haknya Allah SWT.
            Oleh karena itu berbahagialah kita dengan hidayah yang telah Allah berikan kepada kita dan jangan biarkan hidayah itu berlalu dari kita. Agar hidayah yang kita miliki tetap kokoh dan lestari, maka kita dianjurkan untuk menyertakan diri kepada orang-orang yang benar, sebagaimana firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 119 :
يَأَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُواالتَّقُوْااللهَ وَكُنُوْا مَعَ الصَّدِقِيْنَ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sertakanlah dirimu bersama dengan orang-orang yang benar.
            Berkenaan dengan ayat ini, Imam Ghazali mengatakan: menyertakan diri kepada ahli sufi (guru) adalah fardhu ain hukumnya, karena setiap orang membutuhkan bimbingan untuk mengokohkannya di atas hidayah, agar hidayah itu bertambah dan terus menerus dimilikinya.
            Demikianlah khutbah yang singkat ini, semoga Allah membantu dan menolong kita dalam memahami betapa mahalnya nilai hidayah dan mensyukuri hidayah yang telah Allah anugerahkan kepada kita. Karena tanpa hidayah mustahil bisa selamat di dunia dan di akhirat dan semoga Allah berkenan menghimpun kita di surga bersama para rasul, shiddiqin dan shalihin sebagaimana Allah himpunkan kita di tempat yang mulia ini.
بَارَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ اْلأَيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّى وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. اَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمَ لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَالْغَفُوْرُالرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى اَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِلْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ. أَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, أَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ, فَيَا اَيُّهَاالنَّاسُ, اِتَّقُوْااللهُ اِنَّ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَءَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّ بِمَلاَئِكَتِهِ وَاَيَّهَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ عِبَادِهِ, فَقَالَ عَزَّ مِنْ قَائِلٍ : اِنَّ اللهَ وَمَلاَئَكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِى, يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا وَاَنْبِيَائِكَ وَرَسُلِكَ وَمَلاَئِكَتِكَ الْمُقَرَّبِيْنَ وَاَهْلِ طَاعَطِكَ اَجْمَعِيْنَ.
أَللَّهُمَّ اغْفِرْلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ, اََللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا أُمَّةً مُحَمَّدًا, اَللَّهُمَّ ارْحَمْ أُمَّةً مُحَمَّدًا, اَللَّهُمَّ اسْتُرْ أُمَّةً مُحَمَّدًا, اَللَّهُمَّ اجْبُرْ أُمَّةً مُحَمَّدًا, نَادِيَا عَلَيَّ مُجَاهِدَالْعَجَائِبِ تَجِدْهُ عَوْنًالَكَ فِى النَّوَائِبِ بِكُلِّ هَمٍّ وَغَمٍّ سَيَنْزَلُ بِنُبُوَّتِكَ يَامُحَمَّدًاالرَّسُوْلَ اللهِ بِرَحْمَتِكَ يَأَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ, رَبَّنَااَتِنَافِى الدُّنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَاعَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَاللهِ, اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ, يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ, فَاذْكُرُوااللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَشْكُرُواهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ.
Continue reading →

Pentingnya Memanfaatkan Waktu

2 komentar

KHUTBAH JUM’AT
Posted by Saifuddin, M.A : Jum’at, 24 Agustus 2012
Pentingnya Memanfaakan Waktu
Oleh : Saifuddin, M.A

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْذِيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ اللَّهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَهْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَآأَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوااتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. أَمَّابَعْدُ فَيَاعِبَادَاللهِ أُصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَاللهِ وَطَاعَطِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ :وَالْعَصْرِ. اِنَّ اْلإِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ. اِلاَّالَّذِيْنَ اَمَنُوْا وَعَمِلُواالصَّلِحَتِ وَتَوَاصَوْابِالْحَقِّ, وَتَوَا صَوْابِالصَّبْرِ.
Terlebih dahulu marilah sama-sama kita bertafakkur sejenak huduril qalbi maallah, setelah tetap ingtan kita, pandangan kita, pendengran kita, marilah sama-sama kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Allah SWT, yang telah menggerakkan hati nurani kita ke jalan bermakrifatullah, yang mana dengan makrifat itulah, Allah terus-menerus membimbing kita, menunjuki kita ke jalan yang diridhai-Nya, yang mudah-mudahan sampai saat ini kita masih dijadikannya sebagai hamba-hamba Allah yang beriman di permukaan bumi ini.
            Selawat berangkaikan salam marilah sama-sama kita persembahkan keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, tabi-tabiin, para ulama mutaqaddimin dan mutaakhirin yang merupakan pewaris dakwah nabi kita Muhammad Rasulullah SAW.
            Adapun tema khutbah kita pada siang hari ini adalah tentang pentingnya memanfaatkan waktu, sebagaimana firman Allah surat al-Asri yang khatib bacakan di awal tadi.

Hadirin jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah
            Melalui surat al-Asri ini Allah bersumpah dengan masa karena masa itu adalah sesuatu yang sangat penting. Lalu di mana letak pentingnya? Karena waktu itu terus berjalan dan tidak pernah berhenti, walaupun sesaat. Sedetikpun waktu yang baru lewat tidak dapat kita kejar, karena itu kita harus bisa mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya, kalau tidak kita akan menjadi orang yang merugi.
            Kata al-Asri dipergunakan untuk menunjukkan waktu, dari waktu yang pendek sampai waktu yang panjang. Waktu dalam pandangan Islam tidak terpisah-pisah. Ia merupakan satu kesatuan antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Demikian halnya dengan prilaku kita saat ini juga dipengaruhi oleh prilaku kita masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
            Pepatah Arab mengatakan : Al-Waktu kassaif : waktu itu laksana pedang, jika tidak kamu yang memotongnya, maka dia akan memenggalmu. Dalam menyikapi waktu, hanya ada dua pilihan, mau jadi orang yang dipenggal oleh waktu (merugi) atau sebaliknya menjadi yang memotong (mengambil keuntungan) dari perjalanan waktu.
            Sesungguhnya waktu itu sama dengan harta, keduanya wajib untuk dijaga secara hati-hati, mulai dari cara kita menggunakannya, menginfakkannya, hingga mengaturnya. Adapun harta mungkin saja kita dapat mengumpulkannya, menabungnya, bahkan mengembangkannya, sementara waktu, tiap detik yang telah berlalu, tidak akan pernah kembali lagi, walaupun kita menginfakkan seluruh harta untuk menebus waktu yang telah berlalu niscaya tidak akan berguna.
            Oleh karena itu, ketika kita mengetahui bahwa waktu itu sangat terbatas dan berharga maka kita wajib mempergunakan waktu dengan baik dan benar. Dalam ayat selanjutnya Allah menegaskan bahwa semua manusia pada hakikatnya merugi. Adapun maksud makna merugi di sini adalah merugi dunia akhirat, baik orang kaya, miskin, baik yang pintar maupun yang bodoh, baik laki-laki maupun perempuan, kecuali bagi orang-orang yang melakukan 4 hal :
Pertama : Amanu yaitu orang yang beriman yang telah dapat mengenal dan mengingat Allah. Orang yang beriman senantiasa akan mendapat pahala yang tak terhingga di sisi Allah sebagaimana firman Allah dalam surat al-Kahfi ayat 109 :
قُلْ لَوْكَانَ الْبَرُ مِدَادً لِكَلِمَاتِ رَبِّى لَنَفِدَالْبَحْرُ قَبْلَ اَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّى وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَادًا.
Artinya : Katakanlah kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat Tuhanmu, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu pula.
Di dalam sebuah hadis Nabi juga ada bersabda:
تَفَكَّرُ سَاعَةٍ خَيْرُ مِنْ عِبَادَةِ اَلْفٍ سَنَةً
Tafakkur (mengingat Allah) satu detik jauh lebih baik daripada beribadah seribu tahun hati yang tidak ingat Allah.
            Berdasarkan penjelasan ayat dan hadis di atas, bila pahala yang diperoleh oleh orang yang dapat mengingat Allah dalam detik diganjar dengan seribu tahun, maka bagaimana pula besarnya pahala yang diperoleh bila dikalikan satu jam, satu hari, satu tahun, atau bahkan seumur hidup, maka tentunya kita tidak akan sanggup menghitungnya. Demikian besarnya ganjaran pahala yang diperoleh oleh orang-orang yang beriman jika kita hendak menghitung-hitungnya. Namun kita sebagai orang yang berilmu yang menjadi tujuan kita tentunya bukanlah semata-mata pahala, tetapi memperoleh ridha dari Allah SWT.
            Kedua : Waamilussalihat yaitu melaksanakan amal shaleh, baik yang wajib maupun yang sunat. Disebut amal shaleh karena bergandengan antara iman dan amal. Suatu amal disebut amal shaleh bila memenuhi 2 syarat :
  1. Amal tersebut dilakukan dengan khusyuk.
  2. Amal tersebut dikerjakan sesuai dengan petunjuk Rasul.
Bila suatu amal dilakukan tanpa memenuhi kedua syarat tersebut, maka semua amalnya akan tertolak dan sia-sia sebagaimana firman Allah :
وُجُوْهُ يَوْمَئِذٍ خَشِعَةُ عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ تَصْلَى نَارًا حَامِيَةٌ تُثْقَى مِنْ عَيْنٍ أَنِيَةٍ لَيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ اِلاَّ مِنْ ضَرِيْعٍ لاَيُسْمِنُ وَلاَيُغْنِى مِنْ جُوْعٍ.
Artinya : Banyak wajah pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api neraka yang sangat panas, diberi minum dari air dari sumber yang sangat panas. Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.
            Kalimat amilatunnasibah maksudnya yaitu melakukan amalan yang banyak, namun mereka masuk neraka karena amalan tersebut tidak dilandasi dengan ilmu.
            Ketiga : Watawasaubilhaq yaitu saling menasehati kepada kebenaran. Tidak cukup seseorang itu menjadi mukmin, ahli ibadah dan beramal shaleh, tetapi ia juga harus berdakwah, membimbing orang lain kepada kebenaran dan harus ikut andil dalam mengemban risalah Islam. Dengan berdakwah berarti kita telah melakukan amalan terbaik yaitu amalan yang menjadi tugas para nabi dan rasul. Manakala kita berdakwah tentunya kita harus berlaku lemah lembut, karena kebenaran itu sudah terasa berat, maka janganlah kita perberat lagi dengan sikap keras dan kasar kita terhadap mereka.
            Keempat : Watawasaubissabr yaitu saling memberi nasehat untuk bersikap sabar. Dakwah adalah pekerjaan yang sulit, karena itu diperlukan adanya tekad dan kesabaran. Demikianlah seharusnya para guru, da’i dan muballigh dalam berdakwah. Para da’i harus memberikan kasih sayang dan cara yang terbaik dan bersabar atas gangguan yang diterima.

Hadirin jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah
            Dari uraian tadi, setidaknya ada 4 hikmah yang dapat kita ambil dari surat al-Asri:
            Pertama : kita harus menyadari bahwa modal yang paling besar dalam hidup kita adalah waktu, oleh karena itu kita harus menghargai waktu. Seseorang tidak akan mengerti nilai dari waktu dan akan timbul penyesalan dari dalam dirinya ketika ia berada dalam beberapa keadaan :
  1. Ketika manusia menghadapi sakaratul maut. Ketika masa itu telah datang, baru manusia menyadari betapa penting dan tingginya nilai waktu, karena tidak lama lagi akan meninggalkan dunia fana ini menuju kampung akhirat, dimana kita tidak lagi memiliki kesempatan untuk beribadah.
  2. Ketika telah berada di akhirat. Ketika berada di akhirat hanya penyesalan yang dapat kita lakukan. Penyesalan tidak hanya dimiliki oleh orang-orang kafir, tetapi juga menjadi milik orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, yaitu ketika amal perbuatan mereka diperlihatkan, mereka berharap alangkah bagusnya kalau seandainya dahulu di dunia mereka mengerjakan amal shaleh yang lebih banyak lagi. Namun semua penyesalan tiada berguna, karena itu apabila kita ingin menyesalinya, maka sesalilah dari sekarang selama waktu masih ada, selama kesempatan beramal masih ada, selama umur masih ada, maka jangan pernah kita menunda untuk melakukan amal shaleh.
Kedua Kita harus pandai di dalam memanfaatkan waktu. Sesungguhnya modal utama bagi seorang muslim dalam hidup ini adalah waktu, karena waktu lebih berharga dari harta. Ketika seseorang sedang menghadapi sakaratul maut, lalu dia meletakkan seluruh hartanya, maka seluruh hartanya tiada berguna karena tidak bisa memperpanjang usianya.
Ketiga waktu adalah nikmat Allah yang pasti akan diminta pertanggungjawabannya sebagaimana sabda Nabi : “Tidak akan beranjak kaki seorang hamba di akhirat kelak kecuali setelah ditanya tentang empat perkara: ditanyakan tentang umurnya lalu bagaimana ia menggunakannya, ditanyakan kepadanya tentang ilmunya lalu apa yang dilakukannya dengan ilmu tersebut, ditanyakan kepadanya tentang harta yang didapatkannya, darimana ia mendapatkannya dan kemana harta tersebut dibelanjakannya, dan ditanyakan kepadanya tentang jasadnya lalu kemana dipergunakannya”. (H.R. Tirmizi)

Hadirin jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah
            Dari penjelasan surat al-Asri tadi dapat disimpulkan dalam masalah waktu manusia terbagi menjadi dua keadaan, yang merugi dan beruntung. Barangsiapa yang menghabiskan waktunya untuk perbuatan sia-sia dan kebatilan, serta untuk hal-hal yang kufur dan maksiat, maka merugilah ia. Namun jika ia menggunakan waktunya untuk ketaatan, belajar ilmu agama, dan menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, maka ia akan beruntung. Semoga kita semua termasuk dalam golongan orang-orang yang pandai memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin. Amin-amin ya rabbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ اْلأَيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّى وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. اَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمَ لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَالْغَفُوْرُالرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى اَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِلْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ. أَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, أَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ, فَيَا اَيُّهَاالنَّاسُ, اِتَّقُوْااللهُ اِنَّ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَءَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّ بِمَلاَئِكَتِهِ وَاَيَّهَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ عِبَادِهِ, فَقَالَ عَزَّ مِنْ قَائِلٍ : اِنَّ اللهَ وَمَلاَئَكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِى, يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا وَاَنْبِيَائِكَ وَرَسُلِكَ وَمَلاَئِكَتِكَ الْمُقَرَّبِيْنَ وَاَهْلِ طَاعَطِكَ اَجْمَعِيْنَ.
أَللَّهُمَّ اغْفِرْلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ, اََللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا أُمَّةً مُحَمَّدًا, اَللَّهُمَّ ارْحَمْ أُمَّةً مُحَمَّدًا, اَللَّهُمَّ اسْتُرْ أُمَّةً مُحَمَّدًا, اَللَّهُمَّ اجْبُرْ أُمَّةً مُحَمَّدًا, نَادِيَا عَلَيَّ مُجَاهِدَالْعَجَائِبِ تَجِدْهُ عَوْنًالَكَ فِى النَّوَائِبِ بِكُلِّ هَمٍّ وَغَمٍّ سَيَنْزَلُ بِنُبُوَّتِكَ يَامُحَمَّدًاالرَّسُوْلَ اللهِ بِرَحْمَتِكَ يَأَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ, رَبَّنَااَتِنَافِى الدُّنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَاعَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَاللهِ, اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ, يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ, فَاذْكُرُوااللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَشْكُرُواهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ.
Continue reading →

Hakikat Iman

0 komentar

KHUTBAH JUM’AT
Posted by Saifuddin, M.A : Jum’at, 24 Agustus 2012
Hakikat Iman
Oleh : Saifuddin, M.A

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْذِيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ اللَّهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَهْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَآأَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوااتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. أَمَّابَعْدُ فَيَاعِبَادَاللهِ أُصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَاللهِ وَطَاعَطِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ : قَالَتِ اْلأَعْرَابُ اَمَنَّا قُلْ لَّمْ تُؤْمِنُوْا وَلَكِنْ قُوْلُوْآ اَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ اْلإِيْمَانُ فِى قُلُوْبِكُمْ. وَقَالَ تَعَالَى فِى اَيَةِ اْلأُخْرَ : اَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ اَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِاللهِ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمِ.
Terlebih dahulu marilah sama-sama kita bertafakkur sejenak huduril qalbi maallah, setelah tetap ingtan kita, pandangan kita, pendengran kita, marilah sama-sama kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Allah SWT, yang telah menggerakkan hati nurani kita ke jalan bermakrifatullah, yang mana dengan makrifat itulah, Allah terus-menerus membimbing kita, menunjuki kita ke jalan yang diridhai-Nya, yang mudah-mudahan sampai saat ini kita masih dijadikannya sebagai hamba-hamba Allah yang beriman di permukaan bumi ini.
            Selawat berangkaikan salam marilah sama-sama kita persembahkan keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, tabi-tabiin, para ulama mutaqaddimin dan mutaakhirin yang merupakan pewaris dakwah nabi kita Muhammad Rasulullah SAW.
            Adapun tema khutbah kita pada siang hari ini, khatib akan membahas kandungan firman Allah dalam Alquran surah Al-Hujurat ayat 14 :

قَالَتِ اْلأَعْرَابُ اَمَنَّا قُلْ لَّمْ تُؤْمِنُوْا وَلَكِنْ قُوْلُوْآ اَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ اْلإِيْمَانُ فِى قُلُوْبِكُمْ.
Artinya : Berkata orang Arab Badui: “Kami Telah beriman”, katakanlah: kamu belum beriman, tetapi katakanlah kami telah Islam karena belum masuk Iman itu ke dalam hatimu.

Hadirin jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah
            Di dalam kitab tafsir Ruhul Bayan disebutkan bahwa iman menurut syari’at adalah meyakini dengan hati, mengakui dengan lisan dan mengerjakan dengan amal perbuatan. Adapun pengertian Islam menurut syari’at adalah tunduk dan patuh. Maka setiap yang beriman berarti telah Islam, namun tidak setiap yang Islam berarti telah beriman. Adapun pengertian Islam menurut hakikat yaitu sebagaimana sabda Nabi SAW:
اَنْ تَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ
Menyaksikan tiada Tuhan selain Allah, sedangkan pengertian iman secara hakikat adalah sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hadid ayat 16 :
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ أَمَنُواْ اَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِاللهِ
Belumlah seseorang itu dikatakan beriman sebelum hatinya itu dapat khusyuk mengingat Allah. Dari pengertian iman secara syari’at dan hakikat ini, imam Ghazali membagi iman manusia kepada tiga tingkatan:
            Iman tingkat pertama adalah imannya orang-orang awam yaitu imannya kebanyakan orang yang tidak berilmu. Mereka beriman karena taklid semata. Sebagai perumpamaan iman tingkat pertama ini, kalau kamu diberi tahu oleh orang yang sudah kamu uji kebenarannya dan kamu mengenal dia belum pernah berdusta serta kamu tidak merasa ragu atas ucapannya, maka hatimu akan puas dan tenang dengan berita orang tadi dengan semata-mata hanya mendengar saja.
            Ini adalah perumpamaan imannya orang-orang awam yang taklid. Mereka beriman setelah mendengar dari ibu bapak dan guru-guru mereka tentang adanya Allah dan Rasul-Nya dan kebenaran para Rasul itu beserta apa-apa yang dibawanya. Dan seperti apa yang mereka dengar itu, mereka menerimanya serta tidak terlintas di hati mereka adanya kesalahan-kesalahan dari apa yang dikatakan oleh orang tua dan guru-guru mereka, mereka merasa tenang dengannya, karena mereka berbaik sangka kepada bapak, ibu dan guru-guru mereka, sebab orang tua tidak mungkin mengajarkan yang slah kepada anak-anaknya, guru juga tidak mungkin mengajarkan yang salah kepada murid-muridnya. Karena kita percaya kepada orang tua dan kepada guru, maka kita pun beragama Islam.
            Iman yang semacam ini tidak jauh berbeda dengan imannya orang-orang Yahudi dan Nasrani yang juga merasa tenang dengan hal-hal yang mereka dengar dari ibu, bapak dan guru-guru mereka. Bedanya adalah mereka memperoleh ajaran yang salah dari orang tua dan guru-guru mereka, sedangkan orang-orang Islam mempercayai kebenaran itu bukan karena melihat kebenaran karena penyaksiannya terhadap Allah, tetapi karena mereka telah diberikan ajaran yang haq, yang benar.
            Selanjutnya iman tingkat kedua yaitu imannya orang-orang ahli Ilmu Kalam yaitu dimana mereka beriman cukup berdasarkan dalil aqli dan naqli, dan mereka merasa puas dengan itu. Iman tingkat kedua ini tidak jauh berbeda derajatnya dengan iman tingkat pertama. Sebagai contoh, apabila ada orang yang mengatakan kepadamu bahwa Zaid itu di rumah, kemudian kamu mendengar suaranya, maka bertambahlah keyakinanmu, karena suara itu menunjukkan adanya Zaid di rumah tersebut. Lalu hatinya menetapkan bahwa suara orang tersebut adalah suara si Zaid.
            Iman pada tingkat ini adalah iman yang bercampur baur dengan dalil dan kesalahan pun juga mungkin terjadi karena mungkin saja ada yang berusaha menirukan suara tadi, tetapi yang mendengarkan tadi merasa yakin dengan apa yang telah di dengarnya, karena ia tidak berprasangka buruk sama sekali dan ia tidak menduga ada maksud penipuan dan peniruan. Jadi imannya orang-orang ahli ilmu kalam masih terdapat kesalahan dan kekeliruan padanya.
            Adapun Iman tingkat ketiga yaitu imannya orang-orang ahli makrifat yang telah mempelajari tarekat. Mereka beriman kepada Allah dengan pembuktian melalui penyaksian kepada Allah. Sebagai perumpamaan: Apabila kamu masuk ke dalam rumah, maka kamu akan melihat dan menyaksikan Zaid itu dengan pandangan mata kamu. Inilah makrifat yang sebenarnya dan inilah yang dikatakan iman yang sebenarnya. Karena mereka beriman dengan pembuktian melalui penyaksian mata hatinya, maka mustahil mereka terperosok ke jurang kesalahan.
            Dari ketiga tingkatan iman ini dapatlah kita ketahui bahwa hanya orang-orang ahli makrifatlah atau orang-orang ahli tarekatlah yang dikatakan benar-benar telah beriman kepada Allah. Adapun imannya orang-orang awam dan imannya orang-orang ahli ilmu kalam adalah beriman secara syari’at, namun secara hakikat mereka belum beriman kepada Allah, disebabkan karena ketiadaan ilmu dan ketidaktahuan mereka. Jadi hanya dengan mempelajari tarekatlah kita baru dapat lepas dari syirik khafi (syirik yang tersembunyi) dan syirik yang jali (syirik yang nyata).

Hadirin jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah
            Kita patut bersyukur kepada Allah SWT karena kita tergolong kepada tingkatan iman yang ketiga yaitu imannya orang-orang ahli makrifat yang tentunya peringkat ini hanya dapat dicapai oleh orang-orang yang telah mempelajari ilmu tarekat. Karena tanpa bertarekat mustahil Allah dapat dikenal. Namun mayoritas umat Islam saat ini tidak mau mempelajari ilmu tarekat atau ilmu hati, sehingga mereka tidak mengenal Tuhan yang mereka sembah dan sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata sebagaimana firman Allah dalam surat az-Zumar ayat 22 :
فَوَيْلٌ لِلْقَسْيَةِ قُلُوْبُهُمْ مِنْ ذِكْرِاللهِ أُلَئِكَ فِى ضَلَلٍ مُّبِيْنِ
Artinya : Maka celakalah bagi orang yang hatinya tidak dapat mengingat Allah, mereka itu dalam kesesatan yang nyata.
            Demikianlah celaan Allah terhadap orang-orang yang tidak dapat mengingat-Nya, yang kesemuanya itu disebabkan karena mereka tidak mempelajari soal hati. Namun kebanyakan umat Islam saat ini tidak tahu kalau mereka itu tidak tahu. Mereka menganggap bahwa amal ibadah mereka dapat diterima oleh Allah SWT, karena merasa bahwa tauhid mereka telah sempurna, padahal sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.
            Tentu bagi kita yang telah memperoleh ilmu dan pengenalan kepada Allah, kita memiliki kewajiban untuk berdakwah dalam rangka melepaskan umat manusia dari kesesatan karena tidak mengenal Allah, dan di dalam melakukan dakwah tentunya harus dilaksanakan dengan arif dan bijaksana, sebagaimana firman Allah
أُدْعُ اِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَة
Artinya : Serulah kepada Tuhanmu dengan bijaksana dan nasehat yang baik.
            Dakwah bil hikmah adalah dakwah yang ditujukan kepada orang yang alim atau orang yang berilmu. Adapun dakwah dengan mauizatil hasanah adalah dakwah yang ditujukan kepada orang yang awam atau orang yang bodoh dengan cara memberikan nasehat yang baik.
Ada dua jenis orang bodoh yang harus kita ketahui sebagai sasaran dakwah kita. Jenis pertama adalah orang bodoh yang mau belajar, maka tunjukilah ia, karena dia memang jauh dari panduan dan petunjuk sedang niatnya penuh untuk menambah ilmu pengetahuan dan taat melakukan ibadah.
Jenis yang kedua adalah orang bodoh yang tidak tahu kalau dirinya tidak tahu dan tidak mau tahu. Maka janganlah dekati dia dan jangan membuang-buang waktu untuk mendakwahinya karena orang bodoh jenis kedua ini adalah syetan yang berwujud manusia. Pintarnya tidak dapat diturutkan, bodohnya tidak dapat ditunjukkan, ia lebih bodoh dari keledai, lebih bebal dari lembu. Tinggalkanlah ia dalam kebodohannya, sampai nanti Allah merobahnya.
Kalau menghadapi orang bodoh saja sudah sulit, tentu lebih sulit lagi berdakwah kepada orang yang berilmu dikarenakan kesombongan yang ada pada dirinya karena telah merasa banyak memiliki ilmu. Orang alim seperti ini disebut alim tanggung, ilmunya ke atas tak sampai, ke bawah tak jejak, yang selalu berebut pengaruh di masyarakat dan berdakwah di sana-sini. Mereka bagaikan cendawan yang tumbuh menonjol di sana-sini sambil membusungkan dada dengan banyaknya ilmu yang tak bersari. Sungguh sedih dan kasihan kita melihat orang yang seperti ini. Disangka emas rupanya mentasi. Maka ajaklah mereka ini untuk mengenal Allah dengan cara yang bijaksana karena mereka terhijab oleh ilmu yang mereka miliki.

Hadirin jamaah shalat Jum’at yang dirahmati Allah
            Pada dasarnya pola pikir kita semua dibentuk oleh orang tua dan guru-guru kita. Orang tua dan guru-guru kitalah yang telah berjasa dalam menunjuki kita atau menyesatkan kita. Kita dapat mengenal Allah karena guru yang telah menunjuki kita dan sebagian umat Islam yang lain yang tidak dapat mengenal Allah dikarenakan mereka telah disesatkan oleh guru-guru mereka. Itu sebabnya mengapa kebanyakan umat Islam tidak mengenal Tuhan yang disembahnya karena mereka telah disesatkan oleh orang tua dan guru-guru mereka sebagaimana firman Allah dalam surat al-A’raf ayat 38 :
كُلَّمَا دَخَلَتْ اُمَّةٌ لَّعَنَتْ أُخْتَهَا حَتَّى اِذَا دَّرَكُوافِيْهَاجَمِيْعًا. قَالَتْ اُخْرَهُمْ لأُِوْلَهُمْ رَبَّنَا هَؤُلاَءِ اَضَلُّوْنَا فَأَتِهِمْ عَذَابًا ضِعْفًا مِنَ النَّارِ. لِكُلِّ ضِعْفًا وَّلَكِنْ لاَّ تَعْلَمُوْنَ.
Artinya : Setiap kali suatu umat masuk ke dalam neraka, umat itu mengutuk saudaranya, sehingga apabila mereka telah masuk ke dalam neraka semuanya, mereka yang terakhir berkata kepada pendahulunya: Ya Rabbana, mereka telah menyesatkan kami, berilah mereka azab yang berlipat ganda dari neraka. Allah berfirman: Masing-masing mendapat siksa yang berlipat ganda, tetapi kalian tidak mengetahuinya.
            Demikianlah keadaan manusia di akhirat nanti, disebabkan keimanan mereka baru sebatas iman warisan dari orang tua dan guru-guru mereka. Bahkan di dalam surat al-A’raf ayat 40, Allah berfirman :
وَلاَيَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِى سَمِّ الْخِيَاطِ.
Artinya : Dan mereka tidak akan masuk surga hingga unta masuk ke dalam lubang jarum.
            Jadi, demikianlah sulitnya untuk bisa masuk ke dalam surga, bahkan sangat mustahil bisa masuk ke dalam surga kalau kita hanya mengandalkan amal syari’at saja. Oleh karena itu, di akhir khutbah ini khatib menghimbau, marilah kita ajak keluarga kita, orang tua kita, saudara kita, kerabat kita dan sahabat-sahabat kita dengan cara yang bijak sana agar mereka dapat mengenal Allah, sehingga mereka terlepas dari kesesatan dan ancaman api neraka.
بَارَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ اْلأَيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّى وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. اَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمَ لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَالْغَفُوْرُالرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى اَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِلْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ. أَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, أَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ, فَيَا اَيُّهَاالنَّاسُ, اِتَّقُوْااللهُ اِنَّ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَءَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّ بِمَلاَئِكَتِهِ وَاَيَّهَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ عِبَادِهِ, فَقَالَ عَزَّ مِنْ قَائِلٍ : اِنَّ اللهَ وَمَلاَئَكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِى, يَاأَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا وَاَنْبِيَائِكَ وَرَسُلِكَ وَمَلاَئِكَتِكَ الْمُقَرَّبِيْنَ وَاَهْلِ طَاعَطِكَ اَجْمَعِيْنَ.
أَللَّهُمَّ اغْفِرْلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ, اََللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا أُمَّةً مُحَمَّدًا, اَللَّهُمَّ ارْحَمْ أُمَّةً مُحَمَّدًا, اَللَّهُمَّ اسْتُرْ أُمَّةً مُحَمَّدًا, اَللَّهُمَّ اجْبُرْ أُمَّةً مُحَمَّدًا, نَادِيَا عَلَيَّ مُجَاهِدَالْعَجَائِبِ تَجِدْهُ عَوْنًالَكَ فِى النَّوَائِبِ بِكُلِّ هَمٍّ وَغَمٍّ سَيَنْزَلُ بِنُبُوَّتِكَ يَامُحَمَّدًاالرَّسُوْلَ اللهِ بِرَحْمَتِكَ يَأَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ, رَبَّنَااَتِنَافِى الدُّنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَاعَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَاللهِ, اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ, يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ, فَاذْكُرُوااللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَشْكُرُواهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ.
Continue reading →